BAB
II
KARAKTERISTIK
INOVASI PENDIDIKAN
2.1 Pengertian
Karakteristik Inovasi
Secara etimologis, istilah
karakteristik merupakan susunan dua kata yang terdiri dari kata karakteristik
dan tafsir. Istilah karakteristik diambil dari Bahasa Inggris yakni characteristic,
artinya mengandung sifat khas. Yang mengungkapkan
sifat-sifat khas dari sesuatu. Secara
garis besar karakteristik adalah suatu sifat yang khas, yang melekat pada
seseorang atau suatu objek.
Secara umum, karakteristik inovasi pendidikan dapat diartikan berdasarkan dua kata yakni, Karakteristik dan Inovasi
Pendidikan. Karakteristik adalah ciri khas atau bentuk-bentuk watak yang
dimiliki oleh setiap individu, corak tingkah laku, ataupun tanda khusus. Inovasi pendidikan
ialah suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati sebagai hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil penemuan untuk mencapai tujuan pendidikan guna menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul dalam dunia
pendidikan.
Berdasarkan pengertian diatas, karakteristik inovasi
pendidikan dapat diartikan
sebagai ciri-ciri atau karakter dari suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati
sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik
berupa hasil penemuan
untuk mencapai tujuan pendidikan guna menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul dalam dunia
pendidikan.
2.2 Karakteristik Inovasi Pendidikan
Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas
dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri. Misalnya penyebarluasan
penggunaan kalkulator dan “blue jean”
, dalam waktu kurang dari 1 sampai 5 tahun sudah merata keseluruh Amerika
Serikat, sedangkan penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil baru tersebar
merata setelah memakan waktu beberapa puluh tahun. Everest M. Rogers
(1993:14-16) mengemukakan karakterisstik inovasi yang dappat mempengaruhi cepat
atau lambatnya penerimaan inovasi, sebagai berikut:
1. Keuntungan
Relatif
Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap
menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu
inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya, atau mungkin dari faktor
status sosial (gengsi), kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen
yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya
inovasi.
Keunggulan
relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik dari yang
pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi
ekonomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain. Semakin
besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi
tersebut dapat diadopsi.
Sebagai contoh para adopter akan menilai
apakah suatu Inovasi itu relatif menguntungkan atau lebih
unggul dibanding yang lainnya atau tidak.
Untuk adopter yang menerima secara cepat suatu
inovasi, akan melihat inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.
2.
Kompatibel (Compatibility)
Kompatibel (compatibility)
ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values), pengalaman lalu, dan
kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang
diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan
norma yang ada.
Misalnya, jika suatu inovasi atau ide baru
tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu
tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai
(compatible). Adopter juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi
berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman dan
kebutuhannya. Contohnya,
penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan
agamanya melarang penggunaan alat tersebut, maka tentu saja penyebar inovasi
akan terhambat.
3.
Kompleksitas (Complexity)
Kompleksitas (complexity),
ialah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima.
Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan
cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan
oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Adopter atau
pengguna inovasi juga akan menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang
akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan inovasi. Artinya bagi
individu yang lambat mamahami dan
menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi
dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan tersebut
berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk
mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.
Misalnya masyarakat pedesaan yang tidak mengetahui tentang
teori penyebaran bibit penyakit melalui kuman, diberitahu oleh penyuluh
kesehatan agar membiasakan memasak air yang akan diminum, karena air yang tidak
masak jika diminum dapat menyebabkan sakit perut. Tentu saja ajakan itu sukar
diterima. Makin mudah dimengerti suatu inovasi akan makin cepat diterima oleh
masyarakat.
4.
Trialabilitas (Trialability)
Trialabilitas (trialability)
atau kemampuan uji coba ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh
penerima. Suatu inovasi yang dicoba akan cepat diterima oleh masyarakat
daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu. Suatu inovasi yang dapat diuji cobakan dalam
pengaturan (setting) sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi.
Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu
menunjukkan (mendemostrasikan) keunggulannya.
Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi gogo
akan cepat diterima oleh masyarakat jika masyarakat dapat mencoba dulu menanam
dan dapat melihat hasilnya.
5. Dapat
Diamati (Observability)
Dapat diamati (observability)
ialah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya
mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi
yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat.
Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi,
karena petani dapat dengan mudah melihat hasil padi yang menggunakan bibit
unggul tersebut, maka mudah untuk memutuskan mau menggunakan bibit unggul yang
diperkenalkan. Tetapi mengajak petani yang buta huruf untuk mau belajar membaca
dan menulis tidak dapat segera dibuktikan karena para petani sukar untuk
melihat hasil yang nyta menguntungkan setelah orang tidak buta huruf lagi.
Zaltman, Duncan, dan Holbek mengemukakan bahwa cepat
lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh atribut sendiri. Suatu inovasi
dapat merupakan kombinasi dari berbagai macam atribut (Zaltman: 32-50). Untuk
memperjelas kaitan anatara inovasi dengan cepat lambatnya proses penerimaan
(adopsi), maka kita lihat secara singkat atribut inovasi yang dikemukakan
Zaltman, sebagai berikut.
1.
Pembiayaan
(cost), cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh pembiayaan, baik
pembiayaan pada awal (penggunaan) maupun pembiayaan untuk pembinaan selanjutnya.
Walaupun diketahui pula bahwa biasanya tingginya pembiayaan ada kaitannya
dengan kualitas inovasi itu sendiri. Misalnya penggunaan modul di
sekolah dasar. Ditinjau dari pengembangan pribadi anak, kemandirian dalam usaha
(belajar) mempunyai nilai positif, tetapi karena pembiayaan mahal maka akhirnya
tidak dapat disebar luaskan.
2.
Balik
modal (returns to investment), atribut ini hanya ada dalam inovasi di bidang
perusahaan atau industri. Artinya suatu inovasi akan dapat dilaksanakan kalau
hasilnya dapat dilihat sesuai dengan modal yang telah dikeluarkan (perusahaan
tidak merugi). Untuk bidang pendidikan atribut ini sukar dipertimbangkan karena
hasil pendidikan tidak dapat diketahui dengan nyata dalam waktu relatif
singkat.
3.
Efisiensi,
inovasi akan cepat diterima jika ternyata pelaksanaan dapat menghemat waktu dan
juga terhindar dari berbagai masalah/hambatan.
4.
Resiko
dari ketidakpastian, inovasi akan cepat diterima jika mengandung resiko yang
sekecil-kecilnya bagi penerima inovasi.
5.
Mudah
dikomunikasikan, inovasi akan cepat diterima bila isinya mudah dikomunikasikan
dan mudah diterima klien.
6.
Kompatibilitas,
cepat lambatnya penerimaan inovasi tergantung dari kesesuaiannya dengan
nilai-nilai (value) warga masyarakat.
7.
Kompleksitas,
inovasi yang dapat mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar.
8.
Status
ilmiah, suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima
akan cepat tersebar. Sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar
digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya.
9.
Kadar
keaslian, warga masyarakat dapat cepat menerima inovasi apabila dirasakan itu
hal yang baru bagi mereka.
10. Dapat dilihat kemanfaatannya, suatu inovasi yang hasilnya
mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi
yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat.
11. Dapat dilihat batas sebelumnya, suatu inovasi akan makin
cepat diterima oleh masyarakat apabila dapat dilihat batas sebelumnya.
12. Keterlibatan sasaran perubahan, inovasi dapat mudah
diterima apabila warga masyarakat diikutsertakan dalam setiap proses yang
dijalani.
13. Hubungan interpersonal. Maka jika hubungan interpersonal
baik, dapat mempengaruhi temannya untuk menerima inovasi. Dengan hubungan yang
baik maka orang yang menentang akan menjadi bersikap baik, orang simpati akan
menjadi tertarik dan orang yang tertarik akan menerima inovasi.
14. Kepentingan umun atau pribadi (publicness versus
privateness). Inovasi yang bermanfaat untuk kepentingan umum akan lebih cepat
diterima daripada inovasi yang ditujukan pada kepentingan sekelompok orang
sajaa.
15. Penyuluh inovasi (gatekeepers). Untuk melancarkan
hubungan dalam usaha mengenalkan suatu inovasi kepada organisasi sampai
organisasi mau menerima inovasi, diperlukan sejumlah orang yang diangkat
menjadi penyuluh inovasi. Misalnya untuk pelaksanaan program KB, maka
diperlukan orang-orang yang bertugas mendatangi warga masyarakat untuk
menjelaskan perlunya melaksanakan program KB. Tersedianya penyuluh inovasu akan
memppengaruhi kecepatan penerimaan inovasi.
Demikian berbagai macam atribut inovasi yang dapat
mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan suatu inovasi. Dengan memahami
atribut tersebut para pendidik dapat menganalisis inovasi pendidikan yang
sedang disebarluaskan, sehingga dapat memanfaatkan hasil analisisnya untuk
membantu mempercepat penerimaan proses inovasi.
DAFTAR RUJUKAN
Sa’ud, Udin S. 2012. Inovasi
Pendidikan. Bandung: Alfabet
Purnama, Puput. 2015. Karakteristik Inovasi. (online), http://puputpurnama11.blogspot.co.id/2015/01/karakteristik-inovasi.html. Diakses pada 30 Januari 2018 pukul 13.00
BAB
II
KARAKTERISTIK
INOVASI PENDIDIKAN
2.1 Pengertian
Karakteristik Inovasi
Secara etimologis, istilah
karakteristik merupakan susunan dua kata yang terdiri dari kata karakteristik
dan tafsir. Istilah karakteristik diambil dari Bahasa Inggris yakni characteristic,
artinya mengandung sifat khas. Yang mengungkapkan
sifat-sifat khas dari sesuatu. Secara
garis besar karakteristik adalah suatu sifat yang khas, yang melekat pada
seseorang atau suatu objek.
Secara umum, karakteristik inovasi pendidikan dapat diartikan berdasarkan dua kata yakni, Karakteristik dan Inovasi
Pendidikan. Karakteristik adalah ciri khas atau bentuk-bentuk watak yang
dimiliki oleh setiap individu, corak tingkah laku, ataupun tanda khusus. Inovasi pendidikan
ialah suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati sebagai hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil penemuan untuk mencapai tujuan pendidikan guna menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul dalam dunia
pendidikan.
Berdasarkan pengertian diatas, karakteristik inovasi
pendidikan dapat diartikan
sebagai ciri-ciri atau karakter dari suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati
sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik
berupa hasil penemuan
untuk mencapai tujuan pendidikan guna menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul dalam dunia
pendidikan.
2.2 Karakteristik Inovasi Pendidikan
Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas
dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri. Misalnya penyebarluasan
penggunaan kalkulator dan “blue jean”
, dalam waktu kurang dari 1 sampai 5 tahun sudah merata keseluruh Amerika
Serikat, sedangkan penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil baru tersebar
merata setelah memakan waktu beberapa puluh tahun. Everest M. Rogers
(1993:14-16) mengemukakan karakterisstik inovasi yang dappat mempengaruhi cepat
atau lambatnya penerimaan inovasi, sebagai berikut:
1. Keuntungan
Relatif
Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap
menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu
inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya, atau mungkin dari faktor
status sosial (gengsi), kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen
yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya
inovasi.
Keunggulan
relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik dari yang
pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi
ekonomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain. Semakin
besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi
tersebut dapat diadopsi.
Sebagai contoh para adopter akan menilai
apakah suatu Inovasi itu relatif menguntungkan atau lebih
unggul dibanding yang lainnya atau tidak.
Untuk adopter yang menerima secara cepat suatu
inovasi, akan melihat inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.
2.
Kompatibel (Compatibility)
Kompatibel (compatibility)
ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values), pengalaman lalu, dan
kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang
diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan
norma yang ada.
Misalnya, jika suatu inovasi atau ide baru
tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu
tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai
(compatible). Adopter juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi
berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman dan
kebutuhannya. Contohnya,
penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan
agamanya melarang penggunaan alat tersebut, maka tentu saja penyebar inovasi
akan terhambat.
3.
Kompleksitas (Complexity)
Kompleksitas (complexity),
ialah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima.
Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan
cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan
oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Adopter atau
pengguna inovasi juga akan menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang
akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan inovasi. Artinya bagi
individu yang lambat mamahami dan
menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi
dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan tersebut
berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk
mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.
Misalnya masyarakat pedesaan yang tidak mengetahui tentang
teori penyebaran bibit penyakit melalui kuman, diberitahu oleh penyuluh
kesehatan agar membiasakan memasak air yang akan diminum, karena air yang tidak
masak jika diminum dapat menyebabkan sakit perut. Tentu saja ajakan itu sukar
diterima. Makin mudah dimengerti suatu inovasi akan makin cepat diterima oleh
masyarakat.
4.
Trialabilitas (Trialability)
Trialabilitas (trialability)
atau kemampuan uji coba ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh
penerima. Suatu inovasi yang dicoba akan cepat diterima oleh masyarakat
daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu. Suatu inovasi yang dapat diuji cobakan dalam
pengaturan (setting) sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi.
Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu
menunjukkan (mendemostrasikan) keunggulannya.
Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi gogo
akan cepat diterima oleh masyarakat jika masyarakat dapat mencoba dulu menanam
dan dapat melihat hasilnya.
5. Dapat
Diamati (Observability)
Dapat diamati (observability)
ialah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya
mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi
yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat.
Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi,
karena petani dapat dengan mudah melihat hasil padi yang menggunakan bibit
unggul tersebut, maka mudah untuk memutuskan mau menggunakan bibit unggul yang
diperkenalkan. Tetapi mengajak petani yang buta huruf untuk mau belajar membaca
dan menulis tidak dapat segera dibuktikan karena para petani sukar untuk
melihat hasil yang nyta menguntungkan setelah orang tidak buta huruf lagi.
Zaltman, Duncan, dan Holbek mengemukakan bahwa cepat
lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh atribut sendiri. Suatu inovasi
dapat merupakan kombinasi dari berbagai macam atribut (Zaltman: 32-50). Untuk
memperjelas kaitan anatara inovasi dengan cepat lambatnya proses penerimaan
(adopsi), maka kita lihat secara singkat atribut inovasi yang dikemukakan
Zaltman, sebagai berikut.
1.
Pembiayaan
(cost), cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh pembiayaan, baik
pembiayaan pada awal (penggunaan) maupun pembiayaan untuk pembinaan selanjutnya.
Walaupun diketahui pula bahwa biasanya tingginya pembiayaan ada kaitannya
dengan kualitas inovasi itu sendiri. Misalnya penggunaan modul di
sekolah dasar. Ditinjau dari pengembangan pribadi anak, kemandirian dalam usaha
(belajar) mempunyai nilai positif, tetapi karena pembiayaan mahal maka akhirnya
tidak dapat disebar luaskan.
2.
Balik
modal (returns to investment), atribut ini hanya ada dalam inovasi di bidang
perusahaan atau industri. Artinya suatu inovasi akan dapat dilaksanakan kalau
hasilnya dapat dilihat sesuai dengan modal yang telah dikeluarkan (perusahaan
tidak merugi). Untuk bidang pendidikan atribut ini sukar dipertimbangkan karena
hasil pendidikan tidak dapat diketahui dengan nyata dalam waktu relatif
singkat.
3.
Efisiensi,
inovasi akan cepat diterima jika ternyata pelaksanaan dapat menghemat waktu dan
juga terhindar dari berbagai masalah/hambatan.
4.
Resiko
dari ketidakpastian, inovasi akan cepat diterima jika mengandung resiko yang
sekecil-kecilnya bagi penerima inovasi.
5.
Mudah
dikomunikasikan, inovasi akan cepat diterima bila isinya mudah dikomunikasikan
dan mudah diterima klien.
6.
Kompatibilitas,
cepat lambatnya penerimaan inovasi tergantung dari kesesuaiannya dengan
nilai-nilai (value) warga masyarakat.
7.
Kompleksitas,
inovasi yang dapat mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar.
8.
Status
ilmiah, suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima
akan cepat tersebar. Sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar
digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya.
9.
Kadar
keaslian, warga masyarakat dapat cepat menerima inovasi apabila dirasakan itu
hal yang baru bagi mereka.
10. Dapat dilihat kemanfaatannya, suatu inovasi yang hasilnya
mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi
yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat.
11. Dapat dilihat batas sebelumnya, suatu inovasi akan makin
cepat diterima oleh masyarakat apabila dapat dilihat batas sebelumnya.
12. Keterlibatan sasaran perubahan, inovasi dapat mudah
diterima apabila warga masyarakat diikutsertakan dalam setiap proses yang
dijalani.
13. Hubungan interpersonal. Maka jika hubungan interpersonal
baik, dapat mempengaruhi temannya untuk menerima inovasi. Dengan hubungan yang
baik maka orang yang menentang akan menjadi bersikap baik, orang simpati akan
menjadi tertarik dan orang yang tertarik akan menerima inovasi.
14. Kepentingan umun atau pribadi (publicness versus
privateness). Inovasi yang bermanfaat untuk kepentingan umum akan lebih cepat
diterima daripada inovasi yang ditujukan pada kepentingan sekelompok orang
sajaa.
15. Penyuluh inovasi (gatekeepers). Untuk melancarkan
hubungan dalam usaha mengenalkan suatu inovasi kepada organisasi sampai
organisasi mau menerima inovasi, diperlukan sejumlah orang yang diangkat
menjadi penyuluh inovasi. Misalnya untuk pelaksanaan program KB, maka
diperlukan orang-orang yang bertugas mendatangi warga masyarakat untuk
menjelaskan perlunya melaksanakan program KB. Tersedianya penyuluh inovasu akan
memppengaruhi kecepatan penerimaan inovasi.
Demikian berbagai macam atribut inovasi yang dapat
mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan suatu inovasi. Dengan memahami
atribut tersebut para pendidik dapat menganalisis inovasi pendidikan yang
sedang disebarluaskan, sehingga dapat memanfaatkan hasil analisisnya untuk
membantu mempercepat penerimaan proses inovasi.
DAFTAR RUJUKAN
Sa’ud, Udin S. 2012. Inovasi
Pendidikan. Bandung: Alfabet
Purnama, Puput. 2015. Karakteristik Inovasi. (online), http://puputpurnama11.blogspot.co.id/2015/01/karakteristik-inovasi.html. Diakses pada 30 Januari 2018 pukul 13.00
BAB
II
KARAKTERISTIK
INOVASI PENDIDIKAN
2.1 Pengertian
Karakteristik Inovasi
Secara etimologis, istilah
karakteristik merupakan susunan dua kata yang terdiri dari kata karakteristik
dan tafsir. Istilah karakteristik diambil dari Bahasa Inggris yakni characteristic,
artinya mengandung sifat khas. Yang mengungkapkan
sifat-sifat khas dari sesuatu. Secara
garis besar karakteristik adalah suatu sifat yang khas, yang melekat pada
seseorang atau suatu objek.
Secara umum, karakteristik inovasi pendidikan dapat diartikan berdasarkan dua kata yakni, Karakteristik dan Inovasi
Pendidikan. Karakteristik adalah ciri khas atau bentuk-bentuk watak yang
dimiliki oleh setiap individu, corak tingkah laku, ataupun tanda khusus. Inovasi pendidikan
ialah suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati sebagai hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil penemuan untuk mencapai tujuan pendidikan guna menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul dalam dunia
pendidikan.
Berdasarkan pengertian diatas, karakteristik inovasi
pendidikan dapat diartikan
sebagai ciri-ciri atau karakter dari suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati
sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik
berupa hasil penemuan
untuk mencapai tujuan pendidikan guna menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul dalam dunia
pendidikan.
2.2 Karakteristik Inovasi Pendidikan
Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas
dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri. Misalnya penyebarluasan
penggunaan kalkulator dan “blue jean”
, dalam waktu kurang dari 1 sampai 5 tahun sudah merata keseluruh Amerika
Serikat, sedangkan penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil baru tersebar
merata setelah memakan waktu beberapa puluh tahun. Everest M. Rogers
(1993:14-16) mengemukakan karakterisstik inovasi yang dappat mempengaruhi cepat
atau lambatnya penerimaan inovasi, sebagai berikut:
1. Keuntungan
Relatif
Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap
menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu
inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya, atau mungkin dari faktor
status sosial (gengsi), kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen
yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya
inovasi.
Keunggulan
relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik dari yang
pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi
ekonomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan, dan lain-lain. Semakin
besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi
tersebut dapat diadopsi.
Sebagai contoh para adopter akan menilai
apakah suatu Inovasi itu relatif menguntungkan atau lebih
unggul dibanding yang lainnya atau tidak.
Untuk adopter yang menerima secara cepat suatu
inovasi, akan melihat inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.
2.
Kompatibel (Compatibility)
Kompatibel (compatibility)
ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values), pengalaman lalu, dan
kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang
diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan
norma yang ada.
Misalnya, jika suatu inovasi atau ide baru
tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu
tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai
(compatible). Adopter juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi
berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman dan
kebutuhannya. Contohnya,
penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan
agamanya melarang penggunaan alat tersebut, maka tentu saja penyebar inovasi
akan terhambat.
3.
Kompleksitas (Complexity)
Kompleksitas (complexity),
ialah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima.
Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan
cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan
oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Adopter atau
pengguna inovasi juga akan menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang
akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan inovasi. Artinya bagi
individu yang lambat mamahami dan
menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi
dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan tersebut
berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk
mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.
Misalnya masyarakat pedesaan yang tidak mengetahui tentang
teori penyebaran bibit penyakit melalui kuman, diberitahu oleh penyuluh
kesehatan agar membiasakan memasak air yang akan diminum, karena air yang tidak
masak jika diminum dapat menyebabkan sakit perut. Tentu saja ajakan itu sukar
diterima. Makin mudah dimengerti suatu inovasi akan makin cepat diterima oleh
masyarakat.
4.
Trialabilitas (Trialability)
Trialabilitas (trialability)
atau kemampuan uji coba ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh
penerima. Suatu inovasi yang dicoba akan cepat diterima oleh masyarakat
daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu. Suatu inovasi yang dapat diuji cobakan dalam
pengaturan (setting) sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi.
Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu
menunjukkan (mendemostrasikan) keunggulannya.
Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi gogo
akan cepat diterima oleh masyarakat jika masyarakat dapat mencoba dulu menanam
dan dapat melihat hasilnya.
5. Dapat
Diamati (Observability)
Dapat diamati (observability)
ialah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya
mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi
yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat.
Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi,
karena petani dapat dengan mudah melihat hasil padi yang menggunakan bibit
unggul tersebut, maka mudah untuk memutuskan mau menggunakan bibit unggul yang
diperkenalkan. Tetapi mengajak petani yang buta huruf untuk mau belajar membaca
dan menulis tidak dapat segera dibuktikan karena para petani sukar untuk
melihat hasil yang nyta menguntungkan setelah orang tidak buta huruf lagi.
Zaltman, Duncan, dan Holbek mengemukakan bahwa cepat
lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh atribut sendiri. Suatu inovasi
dapat merupakan kombinasi dari berbagai macam atribut (Zaltman: 32-50). Untuk
memperjelas kaitan anatara inovasi dengan cepat lambatnya proses penerimaan
(adopsi), maka kita lihat secara singkat atribut inovasi yang dikemukakan
Zaltman, sebagai berikut.
1.
Pembiayaan
(cost), cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh pembiayaan, baik
pembiayaan pada awal (penggunaan) maupun pembiayaan untuk pembinaan selanjutnya.
Walaupun diketahui pula bahwa biasanya tingginya pembiayaan ada kaitannya
dengan kualitas inovasi itu sendiri. Misalnya penggunaan modul di
sekolah dasar. Ditinjau dari pengembangan pribadi anak, kemandirian dalam usaha
(belajar) mempunyai nilai positif, tetapi karena pembiayaan mahal maka akhirnya
tidak dapat disebar luaskan.
2.
Balik
modal (returns to investment), atribut ini hanya ada dalam inovasi di bidang
perusahaan atau industri. Artinya suatu inovasi akan dapat dilaksanakan kalau
hasilnya dapat dilihat sesuai dengan modal yang telah dikeluarkan (perusahaan
tidak merugi). Untuk bidang pendidikan atribut ini sukar dipertimbangkan karena
hasil pendidikan tidak dapat diketahui dengan nyata dalam waktu relatif
singkat.
3.
Efisiensi,
inovasi akan cepat diterima jika ternyata pelaksanaan dapat menghemat waktu dan
juga terhindar dari berbagai masalah/hambatan.
4.
Resiko
dari ketidakpastian, inovasi akan cepat diterima jika mengandung resiko yang
sekecil-kecilnya bagi penerima inovasi.
5.
Mudah
dikomunikasikan, inovasi akan cepat diterima bila isinya mudah dikomunikasikan
dan mudah diterima klien.
6.
Kompatibilitas,
cepat lambatnya penerimaan inovasi tergantung dari kesesuaiannya dengan
nilai-nilai (value) warga masyarakat.
7.
Kompleksitas,
inovasi yang dapat mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar.
8.
Status
ilmiah, suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima
akan cepat tersebar. Sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar
digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya.
9.
Kadar
keaslian, warga masyarakat dapat cepat menerima inovasi apabila dirasakan itu
hal yang baru bagi mereka.
10. Dapat dilihat kemanfaatannya, suatu inovasi yang hasilnya
mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi
yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat.
11. Dapat dilihat batas sebelumnya, suatu inovasi akan makin
cepat diterima oleh masyarakat apabila dapat dilihat batas sebelumnya.
12. Keterlibatan sasaran perubahan, inovasi dapat mudah
diterima apabila warga masyarakat diikutsertakan dalam setiap proses yang
dijalani.
13. Hubungan interpersonal. Maka jika hubungan interpersonal
baik, dapat mempengaruhi temannya untuk menerima inovasi. Dengan hubungan yang
baik maka orang yang menentang akan menjadi bersikap baik, orang simpati akan
menjadi tertarik dan orang yang tertarik akan menerima inovasi.
14. Kepentingan umun atau pribadi (publicness versus
privateness). Inovasi yang bermanfaat untuk kepentingan umum akan lebih cepat
diterima daripada inovasi yang ditujukan pada kepentingan sekelompok orang
sajaa.
15. Penyuluh inovasi (gatekeepers). Untuk melancarkan
hubungan dalam usaha mengenalkan suatu inovasi kepada organisasi sampai
organisasi mau menerima inovasi, diperlukan sejumlah orang yang diangkat
menjadi penyuluh inovasi. Misalnya untuk pelaksanaan program KB, maka
diperlukan orang-orang yang bertugas mendatangi warga masyarakat untuk
menjelaskan perlunya melaksanakan program KB. Tersedianya penyuluh inovasu akan
memppengaruhi kecepatan penerimaan inovasi.
Demikian berbagai macam atribut inovasi yang dapat
mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan suatu inovasi. Dengan memahami
atribut tersebut para pendidik dapat menganalisis inovasi pendidikan yang
sedang disebarluaskan, sehingga dapat memanfaatkan hasil analisisnya untuk
membantu mempercepat penerimaan proses inovasi.
DAFTAR RUJUKAN
Sa’ud, Udin S. 2012. Inovasi
Pendidikan. Bandung: Alfabet
Purnama, Puput. 2015. Karakteristik Inovasi. (online), http://puputpurnama11.blogspot.co.id/2015/01/karakteristik-inovasi.html. Diakses pada 30 Januari 2018 pukul 13.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar