Senin, 06 Agustus 2018

ice breaking pembelajaran IPA


ICE BREAKING
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran IPA di SD
yang dibina oleh Dra. Sri Estu Winahyu, M. Pd.





Hasil gambar untuk logo um


Disusun Oleh Kelompok :
Iva Sugiarti                                (150151603559)
Maria Manggo Ullu                   (150151602736)
Yola Ledystia N                         (150151607811)

Offering K5



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRA SEKOLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Desember  2017


A.        Pengertian Ice Breaking
             Menurut Suryoharjuno (2014)  Ice breaking merupakan teknik-teknik yang digunakan dalam suatu pertemuan pembelajaran berlangsung atau sedang menyampaikan materi untuk memecahkan kebekuan, kejenuhan yang terjadi dalam forum tersebutdan audien atau peserta kembali terkonsentrasikan. Ice breaking juga sering disebut sebagai peralihan situasi dari yang membosankan, membuat mengantuk. Menjenuhkan, dan tegang menjadi rileks, bersemangat, tidak membuat mengantuk. Serta ada perhatian dan ada rasa senang untuk mendengarkan atau melihat orang yang berbicara di depan kelas atau ruangan pertemuan.
Apabila dilihat secara harfiah arti kata dari Ice Breaking yaitu pemecah es atau pencair suasana, sehingga kegiatan ice breaking ini sesekali perlu dilakukan  oleh guru manakala situasi nampak sudah mulai menjenuhkan mungkin juga kaku dan tegang, hingga jika situasi ini berlanjut maka dikhawatirkan konsentrasi siswa dalam proses pembelajaran lantas menurun atau bahkan mungkin hilang. (Putra: 2011)
Dari uraikan diatas dapat disimpulkan bahwa Ice breaking merupakan sebuah kegiatan yang menarik dan menyenangkan sebagai teknik yang digunakan untuk memecahkan kejenuhan saat merasa bosan melakukan sesuatu, dengan harapan setelah melakukan ice breaking, semangat dan konsentrasi untuk melakukan aktivitas kembali lagi.
B.   Tujuan Ice Breaking
Menurut Menurut Suryoharjuno (2014) tujuan dilakukannya ice breaking yaitu:
1.Mengarahkan otak agar berada pada kondisi gelombang alfa (8 s/d 13 Hz)
2.Membangun kembali suasana belajar agar serius, santai dan menyenangkan
3.Menjaga stabilitas kondisi psikis maupun pisik para audien (peserta belajar agar senantiasa segar dan nyaman dalam menyerap informasi.
C.   Pengertian ice breaking yang kamu buat(misalnya game/lagu dll)
Ice breaking merupakan sebuah kegiatan yang menarik dan menyenangkan sebagai teknik yang digunakan untuk memecahkan kejenuhan saat merasa bosan melakukan sesuatu, dengan harapan setelah melakukan ice breaking, semangat dan konsentrasi untuk melakukan aktivitas kembali lagi.
Kali ini kelompok kami membuat ive breaking dengan mengembangkan ice breaking yang sudah ada sebelumnya. Kegiatan ini dapat dilakukan di tengah-tengah proses pembelajaran manakala guru melihat sebagian besar siswa mengantuk, lesu, tidak bersemangat, dan tidak berkonsentrasi dalam belajar,   dengan melakukan kegiatan ini siswa diharapkan bisa berkonsentrasi dan bersemangat kembali.
Nama ice breaking      : hitung jari 10 senam
Peralatan                     : Lagu, sound system (kalau ada)
D.   Langkah-Langkah
            Langkah-langkah dalam melakukan ice breaking :
1.      Siswa diajak berdiri
2.      Siswa bersama guru menyanyikan lagu (bersama gerakan)
1 jari kanan, 1 jari kiri, digabung jadi 2
Menjadi jembatan, panjang
2 jari kanan, 2 jari kiri digabung jadi 4
Menjadi kamera, cekrek
3 jari kanan, 3 jari kiri digabung jadi 6
Menjadi  menara, tinggi
4 jari kanan, 4 jari kiri digabung jadi 8
Menjadi kelinci, lompat
5 jari kanan, 5 jari kiri, digabung jadi 10
Mari kita senam.
3.      Setelah menyanyikan lagu tersebut, diputar musik untuk melakukan senam (musik yang kami gunakan ialah lagu Zunea Zunea dari Cleopatra)
4.      Gerakan senam ada 10, hanya gerakan tangan saja, semua gerakan selalu dimulai dari tangan kanan. Gerakannya yaitu:
1)      Tangan kanan lurus kedepan.
2)      Tangan kiri lurus ke depan.
3)      Tangan kanan ke depan dada.
4)      Tangan kiri ke depan dada.
5)      Tangan tangan kanan memegang telinga kiri.
6)      Tangan kiri memegang telinga kanan.
7)      Tangan kanan memegang hidung sebelah kiri.
8)      Tangan kiri memegang hidung sebelah kanan.
9)      Tangan kanan memegang telinga kanan.
10)  Tangan kiri memegang telinga kiri.
5.      Gerakan mengikuti irama musik.
E.   Tambahan
1. Tujuan
a. Untuk meningkatkan kinerja otak.
b.  Untuk menghidupkan suasana.
c. Untuk menyenangkan suasana hati siswa.
2. Manfaat
a. Terjadi proses penyampaian dan penyerapan beberapa informasi
b. Menumbuhkan motivasi siswa
c. Menguatkan hubungan guru dengan siswa
3. Pembelajaran
a. Berhitung
b. Mengenal anggota tubuh (tangan, kuping, hidung)
c. mengenali lingkungan sekitar, dari jembatan, kamera, menara, dan kelinci.
4. Nilai yang terkandung
a. Selalu fokus dengan apa yang dikerjakan (sungguh-sungguh)
b. Tidak semaunya sendiri (melakukan sesuatu sesuai dengan aturan/nada)
c. Kesopanan (melakukan sesuatu dimulai dari kanan)

sumber:
Putra, dinata. 2011. Kegiatan Ice Breaking dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas, (Online), (http://deepyudha.blogspot.co.id/2011/06/kegiatan-ice-breaking-dalam-proses.html) di akses pada 5 Desember pukul 05:04
Suryoharjuno. 2014. Ice Breaker Jeda Pembelajaran ketika Jenuh,  (Online), (https://www.kompasiana.com/kusumo/ice-breaker-jeda-pembelajaran-ketika-jenuh_552812caf17e61fb0e8b45cd) diakses pada 4 Desember 2017 pukul 21:33

Sabtu, 02 Juni 2018

Makalah_ topik filsafat dan teori pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat mempunyai definisi yaitu berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, serta agama)dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya. (Tri Prasetya dalam buku “Filsafat Pendidikan” karangan Maman Abd. Jalil, 2001 : 10)
Pendidikan merupakan segala usaha dan per uatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepad generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. (Tri Prasetya, 2002 : 15)
Filsafat pendidikan merupakan terapan ilmu filsafat terhadap problema pendidikan atau filsafat yang diterapkan dalam suatu usaha pemikiran (analisa filosofis) mengenai masalah pendidikan. (Tri Prasetya, 2002 : 23)
Topik Filsafat
Pengertian Filsafat
Berdasarkan sejarah perkembangan pemikiran mengenai kefilsafatan, dari berbagai ahli selalu memiliki perbedaan yang jumlah perbedaannya hampir sama dengan jumlah ahli filsafat tersebut. Sehingga untuk dapat memahami pengertian mengenai filsafat, filsafat dapat ditinjau dari segi etimologi dan terminologi. Secara etimologi atau kebahasaan filasat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sangat mendalam. Istilah tersebut berasal kata philoshopia yang berasal dari bahasa Yunani dimana kata philoshopia terdiri dari kata philein yang memiliki arti cinta dan shopia yang berarti kebijaksanaan. Secara terminologi, berarti makna yang terkadung dalam filsafat itu sendiri. Karena banyaknya batasan mengenai arti filsafat, untuk gambarannya diberikan beberapa batasan seperti definisi filsafat menurut Plato, Aristoteles dan beberpa ahli filsafat lainnya (Surajiyo, 2013:3).


B. Topik Filsafat
Beberapa pengertian dari topik-topik filsafat diantaranya  :
Logika dala topik filsafat yang menyelidiki lirus tidaknya pemikiran kita. Lapangan dalam logika adala asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Dengan mempelajari logika diharapkan dapat menerapkan asas bernalar sehingga dapat menarik kesimpulan dengan tepat. Contohnya : persoalan logoika antara lain apa yang dimaksut dengan pengertian? Apa yang dimaksud dengan penyimpulan?
Epistimologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesahian pengetahuan. Dengan belajar epistimologi dan filsafat ilmu diharapkan dapat membedakan antara pengetahuan dan ilmu serta mengetahui dan menggunakan metode yang tepat dalam memperoleh suatu ilmu serta mengetahui kebenaran suatu ilmu itu ditinjau dari isinya. Persoalan epistimologi antara lain adala bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu? Darimana pengetahuan diperoleh ?
Etika adalah topik filsafat yang membicarakan tentang tangka laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik-buruk. Dengan belajar etika dapat membedakan istilah yang sering muncul seperti etika, norma, dan moral. Di samping itu,dapat mengetahui dan memahami tingkah laku apa yang baik menurut teori-teori tertentu, dan sikap yang baik sesuatu dengan kaidah-kaidah etika. Berbagai persoalan dalam etika diantaranya adalah apa yang dimaksud ‘baik’ dan ‘buruk’ secara normal? Apa syarat-syarat sesuatu perbuatan dikatakan baik secara moral ?
Estetika adalah topik filsafat yang membicarakan tentang keindahan. Objek dari estetika adalah pengalaman akan keindahan. Dengan belajar estetika diharapkan dapat membedakan antara estetika filsafati dan estetika ilmiah, berbagai teori keindahan-keindahan. Persoalan estetis diantaranya adalah apakah keindahan itu?  Keindahan bersifat objektif atau bubjektif ?
Metafisika adalah topik filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Metafisika membicarakan sesuatu di sebalik yang tampak. Dengan belajar metafisika justruorang akan lebih mengenal akan Tuhannya, dan mengetahui berbagai macam aliran yang ada dalam metafisika. Persoalan metafisika antara lain diantaranya adalah apa yang dimaksud dengan ada, kebenaran, atau eksistensi itu ? bagaimanakah penggolongan dari ada, keberadaan atau eksistensi ?
( Surajiyo,2013:22-23)                                                                                                   Untuk dapat menghubungkan teori pendidikan dengan filsafat kita dapat melihat ontologi, epitimologi dan aksiologi dari ilmu pendidikan itu sendiri.
1. Ontologi
Ontologi adalah aspek pemikiran filsafat yang menelaah tentang keberadaan sesuatu. Onotologinya ilmu menguji keberadaan ilmu dalam arti apakah apa yang dikatakan sebagai ilmu tentu itu memang ada dan berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain. Bagi manusia pengetahuan tentang segala sesuatu yang diperoleh diolah lebih lanjut menjadi lebih bermanfaat bagi hidupnya. Hal ini dilakukan manusia karena manusia diberi kemampuan lain disamping kemampuan untuk mengindera, yaitu kemampuan berpikir dan berbahasa yang relatif sempurna.
Dengan kemampuan berpikirnya, manusia dapat memcari dan menemukan hubungan pengetahuan satu dan pengetahuan lain serta mendapatkan pengetahuan baru yang secara kumulatif dan menjadi pengetahuan yang lebih sempurna. Dengan kemampuan berpikirnya, manusia dapat mengolah kumpulan pengetahuan untuk dijadikan sarana penyempurna hidupnya. (98-99)
2.  Epistimologi
Epistimologi adalah cabang ilmu filsafat yang mempersoalkan kebenaran dan bagaimana cara memperoleh kebenaran. Tentang arti kebenaran sendiri terdapat sudut pandang yang berbeda-beda dalam filsafat. Ada yang berbendapat bahwa kebenaran itu memang ada, tetapi ada juga yang berpendapat kebenaran itu tidak ada. Kebenaran dapat juga diperoleh secara individual melalui berpikir kritis, yaitu kebenaran yang diperoleh seseorang dengan cara berpikir keras, sungguh-sungguh, sistematik dan menggunakan alur berpikir logis. Hasil pemikiran yang hebat adalah kebenaran yang diperoleh para filosof atau paling tidak yang diperoleh oleh para genius.
3. Aksiologi
Pokok permasalahan aksiologi ilmu adalah untuk mengetahui apakah pengembangan dan penggunaan ilmu hanya semata-mata demi ilmu itu sendiri ataukah harus memperhatikan norma-norma di luar ilmu tersebut. Pertimbangan kriteria ilmu sendiri, yang penting ilmu itu harus diperoleh secara kritis, rasional, logis, objektif, terbuka, menjunjung tinggi kebenaran, dan pemanfaatanya bersifat universal.
Teori Pendidikan
Teori adalah hasil dari sebuah proses ilmiah. Sebuah teori mempunyai tahapan yang diproses melalui pengumpulan fakta, pengembangan konsep, dan perumusan generalisasi.
Teori pendidikan merupakan pernyataan-pernyataan umum tentang pendidikan, yang digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antar berbagai fakta atau fenomena pendidikan. (Anselmus JE Toenlie dalam buku “Teori dan Filsafat Pendidikan”, 2014 : 7)
Menurut Ki Hajar Dewantara (Anselmus JE Toenlie, 2014 : 8), pendidikan nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya. (cultureel national) dan ditujukan untuk keperluanperi kehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk memuliakan segenap manusia seluruh dunia.
Adapun Undang-undang Republik Indonesia No. 2, Tahun 1989 pada Bab 1 Pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran, dan/atau latian bagi peranannya di masa yang akan datang.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pada Bab 1 Pasal 1 juga menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembekaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatas spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. (Anselmus JE Toenlie dalam buku “Teori dan Filsafat Pendidikan”, 2014 : 9-10)
Beberapa ahli yang mengungkapkan tentang teori pendidikan diantaranya :
Thompson
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya.
M.J. Longeveled
Pendidikan merupakan usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Prof. Richey
Dalam bukunya ‘Planning for teaching, an Introduction to Education’ menjelaskan Istilah ‘Pendidikan’ berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.
Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah)
Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani.
Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M)
Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesemurnaan
(http://www.e-jurnal.com/2013/11/pengertian-pendidikan-menurut-para-ahli.html)
Teori-teori Pendidikan Kontemporer
Progresivisme
Latar Belakang
Progresivisme sebagai sebuah teori pendidikan muncul sebagai bentuk rekasi terbatas terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan susastra klasik peradaban Barat. Pengaruh intelektual utama yang melandasi pendidikan progresif adalah John Dewey, Sigmud Freud, dan Jean Jacques Rousseau. (Knight,2007:145-146)
Prinsip-prinsip Progresif :
Proses pendidikan menemukan asak-muasal dan tujuannya pada anak
Subjek-subjek didik adalah aktif bukan pasif
Peran guru adala sebagai penasihat, pembimbing, dan pemandu, daripada sebagai rujukan otoriter (tak bisa dibantah) dan pengarah ruang kelas
Sekolah adalah sebuah dunia kecil (miniatur) masyarakat besar
Aktifitas ruang kelas memfokuskan pada pemecahan masalah daripada metode-metode artifisial (buatan) untuk pengajaran materi kajian. 
Atmosfer sosial sekolah harus kooperatif dan demokratis. (Knight,2007:148-155)

Humanisme
Latar belakang
Progresivisme yang terogranisir berkembang hingga akhir pertengahan dekade lima puluhan, akan tetapi ide pemikirannya tetap eksis dan berpengaruh melalui berbagai gerakan yang secara umum mengacu sebagai humanisme pendidikan. Kalangan  humanis mengadopsi sebagian banyak prinsip-prinsip progresif yang mencakup ke terpusatan pada anak, peran guru yang tidak otoritatif, pemfokusan pada subjek didik yang terlibat aktif, dan sisi-sisi pendidikan yang kooperatif dan demokratis. (Knight,2007:157)
Prinsip-prinsip Humanistik
Mewujudkan lingkungan-lingkungan belajar dimana para anak akan terbebas dari kompetisi yang seru, kedisiplinan yang keras, dan takut gagal. Tujuan mendasar pendidikan bagi kalangan humanis lebih terpusat pada aktulalisasi diri daripada sekedar penguasaan penuh pengetahuan sebagai tujuan akhirnya. Sejalan dengan akar keberadaanya, humanisme kependidikan berupaya menghindari orientasi utama masyarakat modern. (Knight,2007:159)
Pereniliasme
Latar Belakang
Perenisialis modern secara umum menampilakan sebua penolakan besar-besaran terhadap cara pandang progresif. Dengan demikian kalangan perenialisme mempelopori gerakan kembali pada hal-hal absolut dan memfokuskan pada ide gagasan yang luhur menyejarah dari budaya manusia ide gagasan. Perenisialis menekankan arti penting akal budi, nalar, dan karya-karya besar pemikir masa lalu. Peresinialis adalah pendidikan klasik dan tradisional dalam suatu bentuk yang diperbaharui yang lebih spesifik dalam formulasi-formulasi teoretisnya karena munculnya di latari oleh ‘musuh’ yang nyata. (Knight,2007:164-165)
Prinsip-prinsip Presenialisme :
Manusia adalah hewan rasional
Akikat (watak) dasar manusia secara universal tak berubah: pendidikan harus sama untuk setiap orang.
Materi kajian, bukan subjek didik, harus berada pada inti usaha serius kependidikan
Karya-karya besar maa lampau adalah sebuah “Gudang” pengetahuan dan kebijaksanaan yang telah teruji waktu dan relevan dengan masa kita.
Pengalaman pendidikan adalah (lebih dari) sebuah persiapan untuk hidup daripada sebuah kondisi kehidupan yang rill. (Knight,2007:169-175)

Esensialisme
Esensialisme membentuk arus utama pemikiran yang lebih memperhatikan fungsi sekolah dan mengalihkan fakta-fakta dan kebenaran dari pada memperhatikan inovasi dan embel-embel kependidikan. Sejak tahun 1930-an kalangan esensialisme telah mencanangkan usaha-usaha besar memperingatkan masyrakat Amerika tentang ‘pendidikan menyesuaikan hidup’ pendidikan berpusat pada anak dan kemerosotan belajar. Pada tahun 1938 berdiri sebuah wadah organisasi utama dalam bentuk Komite Esensialis untuk pertimbangan pendidikan Amerika dibawah pimpinan William C.Bagley, Isaac L.Kandel, dan Frederick Breed. (Knight,2007:177)
Prinsip-prinsip  Esensialisme :
Tugas pertama sekolah adalah mengajarkan pengetahuan dasariah
Belajar adalah usaha keras dan menuntut kedisiplinan
Guru adalah lokus otoritas ruang kelas (Knight,2007:178-180)

Rekonstruktivisme
George S.Count mengembangkan sebuah pendekatan yang meriah terhadap pendidikan lewat pidato provokatif pada tahun 1932 diterbitkan dengan tajuk Dare the School Build a New Social Order. Count mengajak pendidik untuk membuang mentalitas budak mereka, agar secara hati-hati menggapi kekuatan dan kemudian berjuang membentuk sebuah tatanan sosial baru yang didasarkan pada sistem ekonomi kolektif dan prinsip-prinsip politik demokratis. (Knight,2007:183-184)
Prinsip-prinsip Rekonstruktivisme:
Masyarakat dunia sedang dalam kondisi krisis, jika praktik-praktik yang ada sekarang tidak dibalik (diubah secara mendasar), maka peradaban yang kita kenal ini akan mengalami kehancuran
Solusi efektif satu-satunya bagi persoalan-persoalan dunia kita adalah penciptaan tatanan sosial yang menjagat
Pendidikan formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi taman sosial
Metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prisnsip-prinsip demokratis yang bertumpu pada kecerdasan ‘Asali’ jumlah mayoritas untuk merenungkan dan menawarkan solusi yang paling valid bagi persoalan-persoalan umat manusia
Jika pendidikan formal adalah bagian yang tak terpisahkan dari solusi sosial dalam kritis dunia sekarang, maka ia harus secara aktif mengajarkan perubahan sosial. (Knight,2007:185-190)



Behaviorisme
Latar Belakang Behavioris
Sebuah aliran utama dalampndidikan semenjak pertengahan abad ini adalah behavioris. Behaviorisme dalam salah satu pengertianya adalah suatu teori psikologis, namun dalam pengertian lain ia telah “membongkar” batas-batas perhatian psikologis tradisional dan mengembangkan suatu teori kependidikan  yang menyentak. Sebagai sebuah pendekatan kependidikan  ia mendapatkan pengakuan dari kalangan ilmuwan modern yang menghargai metodelogi ilmiah dan objetivitas, dan juga kelompok terbatas dari komunitas bisnis yang mementingkan hasil-hasil langsung dan kelihatan, efesiensi serta keekonomisan. Bapak behaviorisme modern, John B. Waston (1878-1936),  menegaskan bahwa tingkah laku manusia adalah sesuatu dari refleks-refleks yang terkondisikan. (Knight,2007:193-195)
Prinsip-prinsip Behavioristik :
Manusia adalah sebuah binatang yang berkembang tinggi dan ia belajar sebagimana binatang-binatang lainnya belajar
Pendidikan adalah sebuah proses rekayasa tingkah laku
Peran guru adalah menciptakan sebuah lingkungan belajar yang efektif
Efisiensi, ekonomi, ketepatan dan objektivitas merupakan pertimbangan-pertimbangan nilai inti dalam pendidikan. (Knight,2007:197-201)
Hubungan Filsafat dan Teori Pendidikan
Beberapa hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan dapat diuraikan diantaranya :
Filsafat dalam arti analisa filsafat merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikannya, di samping menggunakan metoda-metoda ilmiah lainnya. Sementara itu dengan filsafat, sebagai pandangan tertentu terhadap suatu objek, misalnya filsafat idealisme, realisme, materialisme, dan sebagainya, akan mewarnai pula pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori-teori pendidikan yang dikembangkannya.
Filsafat berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut  pandangan serta aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
Filsafat termasuk juga filsafat pendidikan juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejala kependidikan yang tertentu pula. (Prasetnya, 2002 : 151-153)
Selain hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan juga terdapat hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saifullah sebagai berikut:
Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi mengarahkan pusat perhatiannya dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi tugas normatif ilmiah, yaitu:
Kegiatan merumuskan dasar-dasar dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat hakikat manusia serta konsepsi  hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral pendidikannya.
Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education) yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan, pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan negara.
Definisi di atas merangkum dua cabang ilmu pendidikan, yaitu filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.  (Prasetya, 2002:153)

Makalah teori belajar matematika Brunner, Gagne, Dienes, Ausuble, Piaget

TEORI BELAJAR BRUNER, GAGNE, DIENES,
AUSUBLE, DAN PIAGET

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pembelajaran Matematika SD
Yang diampu oleh Dra. Endang Setyo Winarni, M. Pd


Oleh Kelompok 8:
Dwiana Ni’matus Salihah 150151601477
Iva Sugiarti 150151603559









UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Februari 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kepada kita semua dalam proses penyusunan makalah ini. Makalah yang disusun ini bertujuan untuk membahas tentang teori belajar menurut Bruner, Gagne, Dienes, Ausuble, dan Piaget. Dengan demikian diharapkan berbagai pihak dapat mengambil gambaran yang utuh mengenai materi ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis tidak luput dari berbagai kesalahan, baik kesalahan dalam menyampaikan materi maupun kesalahan dalam hal penulisan. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk dijadikan masukan dalam proses penyempurnaan tugas makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang diberikan kepada kita semua, kepada Ibu  Dra. Endang Setyo Winarni, M. Pd, selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Matematika SD , serta pihak-pihak yang terkait dalam proses penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat.


      Malang, Februari 2018


Penulis




DAFTAR ISI

                                                                                                              Halaman
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I     PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah 1
Rumusan Masalah 2
                1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II    PEMBAHASAN
  2.1 Pengertian Belajar Secara Umum 3
2.2 Teori Belajar Menurut Para Ahli 3
2.2.1  Teori Belajar Bruner 4
2.2.2  Teori Belajar Gagne 6
2.2.3 Teori Belajar Dienes 8
2.2.4 Teori Belajar Ausuble 10
2.2.5 Teori Belajar Piaget 11
     
BAB III  PENUTUP
  3.1 Kesimpulan 12

DAFTAR RUJUKAN 16
BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang Masalah
Di dalam proses belajar dan mengajar ada berbagai kendala. Sesuai dengan pengalaman di lapangan, kendala tersebut bisa berupa kondisi pembelajaran yang membosankan, siswa yang kurang memperhatikan  dan tidak mau mendengarkan penjelasan gurunya, serta anak didik yang bandel. Sebagai guru profesional hendaknya dapat mengatasi beberapa permasalahan tersebut.
Teori belajar dimunculkan oleh para psikolog pendidikan setelah mereka mengalami kesulitan untuk menjelaskan proses belajar secara menyeluruh (Hazizah, 2015). Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan (Hazizah, 2015).. Beberapa teori belajar yang terkenal yaitu teori belajar menurut Bruner, Gagne, Dienes, Ausuble, Piaget. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Oleh karena itu makalah yang membahas mengenai teori belajar ini disusun agar para pendidik mampu mengetahui dan memahami secara teoritis perubahan perilaku peserta didik dalam proses belajar dan pembelajaran sehingga proses belajar tersebut bisa berjaalan secara maksimal berdasarkan tujuan awal pembelajaran itu sendiri.

Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan belajar ?
Apakah yang dimaksud dengan teori belajar?
Bagaimana teori-teori belajar tersebut menurut para ahli (Bruner, Gagne, Dienes, Ausuble, dan Piaget)?


Tujuan Penulisan
Menjelaskan pengertian dari belajar
Menjelaskan pengertian dari teori belajar
Menjelaskan tentang teori-teori yang dijabarkan oleh para ahli (Bruner, Gagne, Dienes, Ausuble, dan Piaget)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Belajar Secara Umum
Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap jenjang pendidikan. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting dalam keseluruhan proses pendidikan.
Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti di museum, di laboratorium, di hutan dan dimana saja. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks (Gudang Pengertian; 2004; Pengertian Belajar Secara Umum; Online; http://gudangpengertian.blogspot.co.id/2014/10/pengertian-belajar-secara-umum-dan.html; diakses pada 6 Februari 2018).
Menurut Gagne dalam buku karya Purwanto (1990 : 84) yang berjudul Psikologi Pendidikan, bahwa belajar adalah suatu hal yang terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Singkatnya, belajar adalah sebuah aktivitas yang terjadi apabila di dalamnya terdapat stimulus dan respon yang dilakukan dari waktu ke waktu.

2.2 Teori Belajar Menurut Para Ahli
Teori belajar adalah upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu manusia dalam memahami proses yang kompleks dari belajar dan dapat pula diartikan sebagai cara dalam mempelajari perkembangan  intelektual (mental) manusia/ siswa (Mulyana, Aina; 2015; Mengenal Berbagai Jenis Teori Belajar; Online;
http://ainamulyana.blogspot.com/2015/12/mengenal-berbagai-jenis-teori-belajar.html; diakses pada 6 Februari 2018).

Teori belajar memiliki banyak macam paham/ aliran seperti, Teori Belajar Kognitif, Behavioris, Konstruktivistik, Humanistik, dan lain-lainnya. Berikut merupakan teori belajar dari para ahli aliran kognitif, antara lain.

Teori Belajar Bruner
Bruner atau lengkapnya Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar kognitif. Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, yang dikatakan dalam buku karya Budiningsih (2005 : 41) yang berjudul Belajar dan Pembelajaran, bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman  melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Adapun tahapan-tahapan dalam perkembangan seseorang/ anak yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu.
Tahap Enaktif (enactive)
Tahap ini terjadi apabila seseorang/ anak melakukan aktivitas-aktivitas sebagai upayanya dalam memahami lingkungan disekitarnya dengan menggunakan pengetahuan motoriknya.
Tahap Ikonik (iconic)
Tahapan yang terjadi ketika seseorang/ anak memahami  objek-objek di sekitarnya melalui gambar ataupun dengan media lainnya. Hal ini merupakan bentuk dari belajar melalui perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
Tahap Simbolik (symbolic)
Pada tahap ini, seseorang telah memiliki ide atau gagasan  abstrak yang dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika (Budiningsih, 2005 : 41).
Dalam Buku karya Dahar (2006 : 74) yang berjudul Teori Belajar dan Pembelajaran, Bruner mengemukakan empat tema pendidikan. 
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan sttruktur pengetahuan. Hal ini perlu sebab dengan struktur pengetahuan, kita menolong para siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya memiliki hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan pada informasi yang telah mereka miliki.
Tema kedua ialah tentang kesiapan belajar. Menurut Bruner (1966: 29 (dalam Dahar, 2006: 74) kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi. Kesiapan untuk geometri Euclidian misalnya, dapat diperoleh dengan memberikan  kesempatan pada para siswa untuk membangun konstruksi-konstruksi  yang makin kompleks dengan menggunakan poligon-poligon.
Tema yang ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, yang dimaksudkan oleh Bruner (dalam Dahar, 2006: 74 ) yaitu, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak. Hal yang dikemukakan oleh Bruner ini merupakan semacam educated guess yang kerap kali digunakan oleh para ilmuwan, arti, dan orang-orang kreatif lainnya.
Tema keempat dan terakhir yaitu, tentang motivasi atau keinginan untuk belajar  dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu. Pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman dimana para siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi alamnya. Menurut Bruner  (dalam Dahar, 2006: 74 ), pengalaman belajar semacam ini dapat dicontohkan oleh pengalaman belajar penemuan yang intuitif.

Teori Belajar Gagne
Dalam aplikasi teori Gagne dalam pembelajaran dilihat dari karakteristik materi, misalnya pada pelajaran matematika yang berjenjang (hirarkis) memerlukan cara belajar yang berjenjang pula. Untuk memahami suatu konsep dan/atau rumus matematika yang lebih tinggi, diperlukan pemahaman yang memadai terhadap konsep dan/atau rumus yang ada di bawahnya.

Dalam teorinya, Gagne mengemukakan delapan fase dalam suatu tindakan belajar (Dahar, 1991:141-143). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distruktur oleh siswa. Kedelapan fese yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Fase Motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah.
Fase Pengenalan
Siswa harus memberi perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kajian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku teks.
Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran. Informasi tidak langsung terserap dalam memori ketika disajikan, informasi itu diubah ke dalam bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan materi yang telah ada dalam memori siswa.
Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali rehearsal), praktek (practice), elaborasi atau lain-lainnya.
Fase Pemanggilan
Bagian yang  penting dalam belajar adalah dengan belajar  kita memperoleh hubungan dengan apa yang telah dipelajari, untuk menggali informasi yang telah dipelajari sebelumnya
Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Transfer dapat ditolong dengan meminta para siswa untuk menggunakan informasi dalam keadaan baru.
Fase Penampilan
Siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.
Fase Umpan Balik
Para siswa memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.

Adapun instruksi belajar yang disampaikan oleh Gagne dalam Dahar (2006: 127) Teori Belajardan Pembelajaran, sebagai berikut
Mengaktifkan motivasi
Dapat dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran dan mengemukakan kegunaannya.
Memberi tahu tujuan belajar
Memberi tahu para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.
Mengarahkan perhatian
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian dimana yang satu berfungsi untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Bentuk kedua perhatian disebut persepsi selektif.  Dengan in siswwa dapt memili informasi yang akan dteruskan ke memori jangka pendek.

Merangsang ingatan tentang pelajaran yang telah lampau
Dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, sebagai cara pengulangan.
Menyediakan bimbingan belajar
Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru pada pengalaman siswa. Dalam belajar konsep, dapat diberikan contoh dan noncontoh.
Melancarkan retensi
Dapat dilakukan dengan sesering mungkin mengulangi pelajaran, serta memberikan banyak contoh, memberikan tabel, dagram, maupun gambar.
Membantu transfer belajar
Penguasaan fakta, konsep, serta keterampilan harus dimiliki para siswa untuk dapat enususn suatu rancana yang bak.
Memperlihatkan penampilan dan memberikan umpan balik
Dapat dilakukan dengan pemberian tes ataupun  pengamatan, sehingga giri sendiri mengetahui apakah tujuan belajar tela tercapai.

Teori Belajar Dienes
Teori belajar Dienes sangat terkait dengan konsep pembelajaran dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Enaktif dan Menyenangkan), karena teori ini menekankan tahap permainan, dimana tahap ini dapat membangkitkan semangat dan membuat anak senang dalam belajar. (Suryuti, 2015)
Adapaun Konsep Matematika Menurut Dienes. Dienes memandang bahwa setiap konsep (prinsip) matematika dapat dipahami dengan tepat jika disajikan melalui bentuk yang konkret/fisik. Dienes menggunakan istilah konsep untuk menunjuk suatu struktur matematika, suatu definisi tentang konsep yang jauh lebih luas daripada definisi Gagne. Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan. (Suryuti, 2015)
Konsep matematis murni  berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan.
Konsep notasi  adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara penyajian bilangan.
Konsep terapan adalah penerapan dari konsep matematika murni dan notasi untuk penyelesaian masalah dalam matematika dan dalam bidang-bidang yang berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah konsep matematika terapan.
Selain dengan adanya konsep-konsep dalam belajar, Dienes juga menjabarkan tahapan-tahapan dalam belajar. Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
Permainan Bebas (Free Play)
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan, pengetahuan anak muncul.
Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya.
Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Segitiga, Segiempat, Segilima, Segienam, Segi dua puluh tiga
Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Dalam tahap ini siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut.

Teori Belajar David Ausuble
Teori belajar yang dikemukakan oleh David Ausuble disebut juga dengan Teori Belajar Bermakna. Ausuble mengatakan bahwa teori-teori belajar yang ada selama ini lebih menekankan pada belajar asosiatif atau belajar dengan hafalan. Menurut Ausuble, belajar seharusnya lebih bermakna dari pada hanya sekedar hafalan karena, belajar merupakan sebuah asimilasi yang bermakna bagi siswa. Maksudnya yaitu, materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. Struktur kognitif ini merupakan sebuah struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual (Budiningsih, 2005 :  ).
Menurut Ausuble, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, yaitu.
Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau penemuan.
Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada (Dahar, 1988 :134)
Hal terpenting dalam penerapan teori belajar Ausuble ini terdapat pada pernyataannya dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology: A Cognitive View”(dalam Dahar, 1988 : 144) yang berbunyi:
“ The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly” (Ausuble, 1968).

Artinya:

“Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian.”

Hal tersebutlah yang menjadi inti dari teori belajar bermakna Ausuble. Sehingga, belajar yang bermakna dapat terwujud apabila siswa mampu mengaitkan konsep-konsep baru yang ditemuinya dengan konsep-konsep lama yang telah ia ketahui atau pahami sebelumnya


Teori Belajar Piaget
Piaget merupakan seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar kognitif lainnya. Dalam teori belajarnya, Piaget tidaklah melihat perkembangan kognitif anak sebagai suatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif, melainkan daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Berbeda dengan toeri Bruner yang menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif, maka Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang. Bahasa yang dimaksud disini yaitu kecakapan seseorang/ anak dalam mengemukakan ide atau gagasannya.
Menurut Piaget, terdapat tiga bentuk pengetahuan, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logiko-matematik, dan pengetahhuan social. Pengetahuan sosial dapat dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa, sedangkan pengetahuan fisik dan logiko-matematik harus dibangun sendiri oleh anak dan salah satu caranya yaitu dengan membangun pengetahuan dengan ekuilibrasi (Budiningsih 2005 : 35 ; Dahar, 1988 : 190-191).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulkan yang dirangkum seperti berikut.
Belajar adalah sebuah aktivitas yang terjadi apabila di dalamnya terdapat stimulus dan respon yang dilakukan dari waktu ke waktu. Dalam kegiatan belajar tentunya ada lebih dari satu teori belajar yang membantu siswa maupun seseorang dalam belajar. Teori belajar sendiri disini diartikan sebagai suatu upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu manusia dalam memahami proses yang kompleks dari belajar dan dapat pula diartikan sebagai cara dalam mempelajari perkembangan  intelektual (mental) manusia/ siswa.
Teori belajar yang dibahas di atas yaitu Teori Belajar Bruner, Teori Belajar Gagne, Teori Belajar Dienes, Teori Belajar Ausuble, dan teori Belajar Piaget. Kelima tokoh tersebut merupakan penganut dari aliran teori belajar kognitif.
Teori Belajar Bruner
Teori yang menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang dan mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman  melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Adapun tahapan-tahapan dalam perkembangan seseorang/ anak yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu.
Tahap Enaktif (enactive)
Tahap Ikonik (iconic)
Tahap Simbolik (symbolic)

Teori Belajar Gagne
Dalam aplikasi teori Gagne dalam pembelajaran dilihat dari karakteristik materi, misalnya pada pelajaran matematika yang berjenjang (hirarkis) memerlukan cara belajar yang berjenjang pula.
Dalam teorinya, Gagne mengemukakan delapan fase dalam suatu tindakan belajar (Dahar, 1991:141-143). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distruktur oleh siswa. Kedelapan fese yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Fase Motivasi
Fase Pengenalan
Fase Perolehan
Fase Retensi
Fase Pemanggilan
Fase Generalisasi
Fase Penampilan
Fase Umpan Balik
Adapun instruksi belajar yang disampaikan oleh Gagne dalam Dahar (2006: 127) Teori Belajardan Pembelajaran, sebagai berikut
Mengaktifkan motivasi
Memberi tahu tujuan belajar
Mengarahkan perhatian
Merangsang ingatan tentang pelajaran yang telah lampau
Menyediakan bimbingan belajar
Melancarkan retensi
Membantu transfer belajar
Memperlihatkan penampilan dan memberikan umpan balik

Teori Belajar Dienes,
Teori belajar Dienes sangat terkait dengan konsep pembelajaran dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Enaktif dan Menyenangkan), karena teori ini menekankan tahap permainan, dimana tahap ini dapat membangkitkan semangat dan membuat anak senang dalam belajar.
Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan. (Suryuti, 2015)
Konsep matematis murni
Konsep notasi
Konsep terapan
Selain dengan adanya konsep-konsep dalam belajar, Dienes juga menjabarkan tahapan-tahapan dalam belajar.
Permainan Bebas (Free Play)
Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Permainan Representasi (Representation)
Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Teori Belajar Ausuble
Menurut Ausuble, belajar seharusnya lebih bermakna dari pada hanya sekedar hafalan karena, belajar merupakan sebuah asimilasi yang bermakna bagi siswa. Maksudnya yaitu, materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif.
Hal terpenting dalam penerapan teori belajar Ausuble ini terdapat pada pernyataannya dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology: A Cognitive View”(dalam Dahar, 1988 : 144) yang berbunyi:
“ The most important single factor influencing learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him accordingly” (Ausuble, 1968).

(“Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian”).

Teori Belajar Piaget
Dalam teori belajarnya, Piaget tidaklah melihat perkembangan kognitif anak sebagai suatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif, melainkan daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Piaget, terdapat tiga bentuk pengetahuan, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logiko-matematik, dan pengetahhuan social.

Saran
Untuk Penulis : lebih banyak membaca literature dan buku-buku yang 
relevan untuk menambah pengetahuan dan wawasan 
serta meningkatkan kemampuan dalam menulis.
Untuk Pembaca : selalu sertakan daftar rujukan dalam setiap penulisan 
kutipan, baik kutipan langsung maupun kutipan tidak
langsung.

DAFTAR RUJUKAN

Sumber Buku:
Achmad, dkk. Teori Belajar Gagne. Makalah, disajikan pada September 2017.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dahar, Ratna Wilis, 2006. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga
Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja            Rosdakarya.

Sumber Internet:
Gudang Pengertian. 2004. Pengertian Belajar Secara Umum. (Online). http://gudangpengertian.blogspot.co.id/2014/10/pengertian-belajar-secara-umum-dan.html, diakses pada 6 Februari 2018.
Mulyana, Aina. 2015. Mengenal Berbagai Jenis Teori Belajar. (Online). http://ainamulyana.blogspot.com/2015/12/mengenal-berbagai-jenis-teori-belajar.html, diakses pada 6 Februari 2018.
Suyuti, Darman. 2015. Teori Belajar Dienes. (Online), http://darmansuyuti.blogspot.co.id/2015/05/teori-belajar-dienes.html, diakses pada 6 Februari 2018.

Rabu, 23 Mei 2018

Makalah-Konsep Dasar Filsafat dan Filsafat Pendidikan

KONSEP DASAR FILSAFAT PADA UMUMNYA DAN FILSAFAT PENDIDIKAN PADA KHUSUSNYA

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah Filsafat dan Teori Pendidikan SD
yang dibina oleh Drs.I Made Suardana, S.Pd, M.Pd

Oleh:
Latifah Eka Pakshi 150151604575
Mei Tri Hardiantikasari 150151604749
Rahmat Eka Saputra 150151603967






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FEBRUARI 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Filsafat pada Umumnya dan Filsafat Pendidikan pada Khususnya”.
Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Bapak Drs. I Made Suardana, S.Pd, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat dan Teori Pendidikan SD.
Semua rekan yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun demi perbaikan sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Aamiin.




Malang, Februari 2018



Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan ............ 1
BAB II PEMBAHASAN
Konsep Dasar Filsafat 3
Konsep Dasar Filsafat Pendidikan 4
Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan 8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 10
Saran 10
DAFTAR RUJUKAN 11
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Filsafat merupakan suatu ilmu dalam memandang suatu hal secara mendalam hingga sampai kedasarnya. Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan yang ada, karena dengan sebuah filsafat segala ilmu tersebut memiliki pengertian yang mendasar dalam menjawab berbagai macam permasalahan pada setiap ilmu.
Pada dasarnya, filsafat pendidikan lahir sebagai akibat dari proses pendidikan yang tidak bisa lepas dari suatu filsafat. Dalam Arbi (1988:5) filsafat pendidikan adalah lebih dari pada berpikir secara seksama mengenai pendidikan serta lebih dari pada kearifan yang terkenal mengenai penyekolahan.
Filsafat dan filsafat pendidikan memiliki suatu hubungan yang saling berkaitan satu sama lainnya. Dengan sebuah filsafat, segala permasalahan dalam pendidikan dapat terjawab hingga konsep terdasar. Sehingga, pada sistem pendidikan tentunya juga membutuhkan sebuah dasar teori yang berasal dari filsafat untuk mendukung keberhasilan terlaksananya segala jenis pendidikan saat ini.
Dalam makalah yang berjudul “Konsep Dasar Filsafat pada Umumnya dan FIlsafat Pendidikan pada Khususnya” ini membahas mengenai pengertian filsafat dan filsafat pendidikan serta hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
Bagaimana konsep dasar filsafat pada umumnya ?
Bagaimana konsep dasar filsafat pendidikan ?
Bagaimana hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan ?
Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan untuk, sebagai berikut.
Untuk mengetahui konsep dasar filsafat pada umumnya.
Untuk mengetahui konsep dasar filsafat pendidikan.
Untuk mengetahui hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Dasar Filsafat pada Umumnya
Pengertian Filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena.
Tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari sesuatu objek/gejala secara mendalam. Adapun pada ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala. Membicarakan gejala untuk masuk sampai ke hakikat itulah dalam filsafat. Untuk sampai ke hakikat harus melalui suatu metode yang khas dari filsafat.
Jadi dalam filsafat itu harus refleksi, radikal, integral. Refleksi disini berarti manusia menangkap objeknya secara intensional dan sebagai hasil dari proses tersebut, yakni keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan manusia dari objek-objek yang dihadapinya.
Radikal berasal dari kata radix (berarti akar). Jadi, filsafat itu radikal berarti filsafat harus mencari pengetahuan sedalam-dalamnya (sampai ke akar-akarnya). Filsafat itu integral berarti mempunyai kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan. Jadi, filsafat ingin memandang objeknya secara integral.
Objek Filsafat
Objek Material
Objek material, yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Boleh juga objek material adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret atau pun hal yang abstrak. Objek material dari filsafat sangat luas yaitu mencakup segala sesuatu yang ada.
Sedangkan persoalan-persoalan dalam kefilsafatan mengandung ciri-ciri yaitu sebagai berikut.
Bersifat sangat umum, artinya persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus. Dengan kata lain sebagian besar masalah kefilsafatan berkaitan ide-ide besar. Misalnya, filsafat tidak menanyakan “Berapa harta yang anda sedekahkan dalam satu bulan?” akan tetapi, filsafat menanyakan “apa keadilan itu?”
Tidak menyangkut fakta. Dengan kata lain persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif. Persoalan-persoalan yang dihadapi dapat melampaui pengetahuan ilmiah.
Bersangkutan dengan nilai-nilai (values), artinya persoalan-persoalan kefilsafatan bertalian dengan penilaian baik nilai moral, estetis, agama, dan sosial. Nilai dalam pengertian ini adalah suatu kualitas abstrak yang ada pada sesuatu hal.
Bersifat kritis, artinya filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsep-konsep dan arti-arti yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis.
Bersifat sinoptik, artinya persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan, filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai keseluruhan.
Bersifat implikatif, artinya kalau sesuatu persoalan kefilsafatan sudah dijawab, maka dari jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan. Jawaban yang dikemukakan mengandung akibat-akibat lebih jauh yang menyentuh kepentingan-kepentingan manusia.
Objek Formal Filsafat
Objek formal, yaitu sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot. Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda. Misalnya, objek materialnya adalah “manusia” dan manusa ini ditinjau dari sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia diantaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan sebagainya.
Jadi yang membedakan antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain terletak dalam objek formalnya. Kalau dalam ilmu-ilmu lain objek materialnya membatasi diri, sedangkan pada filsafat tidak membatasi diri. Adapun pada objek formalnya membahas objek materialnya itu sampai ke hakikat atau esensi dari yang dihadapinya.
Ciri-ciri Filsafat
Menyeluruh
Artinya, pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari satu sudut pandangan tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu-ilmu lain, hubungan ilmu dengan moral, seni, dan tujuan hidup.
Mendasar
Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi tidak hanya berhenti pada periferis (kulitnya) saja, tetapi sampai tembus ke kedalamannya.
Spekulatif
Artinya hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru. Meskipun demikian tidak berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena tidak pernah mencapai keselesaian.
Asal dan Peranan Filsafat
 Asal Filsafat
Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk ‘berfilsafat’, dalam Surajiyo (2013:16) disebutkan sebagai berikut.
Keheranan
Banyak filsuf menunjukkan rasa heran sebagai asal filsafat. Plato misalnya mengatakan: “Mata kita memberi pengamatan bintang – bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan untuk menyelidiki. Dari penyelidikan ini berasal dari filsafat”.
Kesangsian
Filsuf-filsuf lain, seperti Augustinus (254/ 430 M) dan Rene Descartes (1596-1650 M) menunjukkan kesangsian sebagai sumber utama pemikiran. “Manusia heran, tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia tidak ditipu oleh panca inderanya kalau ia heran? Apakah kita tidak hanya melihat yang ingin kita lihat? Dimana dapat ditemukan kepastian? Karena dunia ia penuh dengan berbagai pendapat, keyakinan, dan interpretasi”.
Kesadaran akan keterbatasan
Manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Manusia merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan. Dengan kesadaran akan keterbatasan dirinya manusia mulai berfilsafat. Ia mulai memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Peranan Filsafat
Pendobrak
Berabad – abad lamanya intelektualitas manusia tertawan dalam penjara tradisi dan kebiasaan. Dalam penjara itu, manusia terlena dalam alam mistik yang penuh sesak dengan hal – hal serba rahasia yang terungkap lewat berbagai mitos dan mite. Manusia menerima begitu saja segala penuturan dongeng dan takhayul tanpa mempersoalkannya lebih lanjut. Orang beranggapan bahwa karena segala dongeng dan takhayul merupakan bagian yang hakiki dari warisan tradisi nenek moyang, sedang tradisi itu benar dan tidak dapat diganggu gugat, maka dongeng dan takhayul itu pasti benar dan tidak boleh diganggu gugat.
Keadaan tersebut berlangsung cukup lama.  Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu  dan tembok tradisi yang begitu sakral yang selama itu tidak boleh diganggu gugat. Kendati pendobrakan itu membutuhkan waktu yang cukup panjang, kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar-benar telah berperan selaku pendobrak yang mencengangkan.
Pembebas
Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Demikian pula, filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir yang mistis
Filsafat telah, sedang, dan akan terus berupaya membebaskan manusia dari kekurangan dan kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi picik dan dangkal. Filsafat pun membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih. Filsafat juga membebaskan manusia dari cara berpikir tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima berbagai kebenaran semu yang menyesatkan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat membebaskan manusia dari segala jenis “penjara” yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia.
Pembimbing
Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang mistis dengan membimbing manusia untuk berpikir secara rasional. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir secara luas dan lebih mendalam, yakni berpikir secara universal sambil berupaya mencapai akarnya dan menemukan esensi suatu permasalahan. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk berpikir secara sistematis dan logis. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk berpikir secara integral dan koheren.
Konsep Dasar Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah membanding-bandingkan antara satu nilai dengan nilai lain yang berbeda untuk digunakan sebagai pedoman dalam memanajemen proses pembentukan karakter manusia yang konstruktif. Hal tersebut diperkuat oleh penjelasan dalam Soegiono (2012:100), sebagai berikut.
“Filsafat (berfilsafat) adalah berpikir sebagai upaya mencari nilai yang lebih baik dan ideal, sedangan pendidikan merealisasikan nilai tersebut dalam hidup manusia, dalam kepribadian manusia. Filsafat pendidikan diartikan sebagai studi komparatif tentang efek filsafat yang bertentangan dalam hidup dan tentang alternatif proses pembentukan karakter dan untuk mendapatkan manajemen pendidikan demi membentuk karakter yang paling konstruktif bagi pemuda dan orang dewasa”.
Filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejala kependidikan yang tertentu pula. Selain itu, antara filsafat dan teori pendidikan juga terdapat hubungan yang bersifat suplementer, menurut Saifullah dalam buku Zuhairini (2015:18), sebagai berikut.
“Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi mengarahkan pusat perhatiannya dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi tugas normatif ilmiah, yaitu:
Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral pendidikannya.
Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education) yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan negara.
Definisi di atas merangkum dua cabang ilmu pendidikan yaitu, filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan, dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu “suplemen” terhadap yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu”.
Sesuai dengan kenyataan, bahwa filsafat pendidikan merupakan terapan ilmu filsafat terhadap problema pendidikan, dan sejalan dengan pembahasan tentang ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif serta definisi filsafat pendidikan dalam pembahasan terdahulu, maka kriteria kualifikasi filsafat pendidikan, artinya memenuhi persyaratan secara lengkap, dalam Tim Dosen FIP (1981:65) disebutkan.
Menyelesaikan problema essensial filsafat pendidikan :
Merumuskan secara tegas sifat hakekat pendidikan (the nature of education)
Merumuskan sifat hakekat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan (the nature of man)
Merumuskan secara tegas hubungan antara agama, filsafat, dan kebudayaan
Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan science of education (teori pendidikan)
Merumuskan hubungan antara filsafat negara, filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan)
Merumuskan sistem nilai norma, atau isi moral pendidikan (tujuan intermidiet)
Suatu aliran filsafat pendidikan  harus bersifat “terbuka” untuk dikenai kritik evaluatif tentang segi kebaikan dan kelemahannya.
Filsafat pendidikan harus menempatkan individu dengan freedom of choice-nya atau memberi kesepatan kepada individu untuk berpikir kritis dan reflektif, dan tidak berpikir secara dogmatis atau tradisional.
Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat pelaksanaan pendidikan. Filsafat pendidikan berupaya untuk memikirkan permasalahan dalam dunia pendidikan. Salah satu yang dikritisi secara konkret adalah relasi antara pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Filsafat pendidikan berusaha menjawab pertanyaan mengenai kebijakan pendidikan, sumber daya manusia, teori kurikulum dan pembelajaran serta aspek-aspek pendidikan yang lain. Filsafat memiliki pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis sehingga menjadikan manusia lebih berkembang. Hal tersebut tentunya telah dijelaskan dalam sistem pendidikan agar lebih dapat terarah dan sesuai dengan tujuan pendidikan.
Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan Pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Tugas filsafat yaitu melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis secara mendalam dan mendasar melalui proses pemikiran yang sistematis dan logis hingga keakar-akarnya, mengenai masalah hidup hingga kehidupan manusia. Sementara itu, filsafat dapat diartikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan dalam upaya memecahkan berbagai persoalan dalam pendidikan.
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan, yaitu.
Filsafat, dalam arti filosofis merupakan salah satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan masalah pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan nyata.
Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan filsafat dengan filsafat Pendidikan memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Dalam Permana (2017:9) disebutkan bahwa filsafat pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, peningkatan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
Untuk merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan terdapat beberapa unsur yang akan menjadi tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, yaitu dasar pendidikan. Dasar pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kepribadian, tentunya pendidikan memerlukan landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Sebab dengan adanya dasar juga dapat berfungsi sebagai semua sumber peraturan yang akan direncanakan sebagai pegangan hidup dan pegangan langkah pelaksanaan.
Adapun hubungan filsafat pendidikan dengan sistem pendidikan, yaitu.
Sistem Pendidikan bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan teknik-teknik dan atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran yang mana akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikannya, dan ini meliputi problematika kepemimpinan dan metode pendidikan, politik sampai seni pendidikan. 
Isi moral atau pendidikan berupa perumusan norma-norma atau nilai spiritual etis yang akan dijadikan sistem nilai pendidikan atau merupakan konsepsi dasar moral pendidikan, yang berlaku segala jenis dan tingkat pendidikan.
Filsafat pendidikan sebagai suatu sumber lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, sistem pendidikan yang meliputi politik kependidikan, kepemimpinan pendidikan dalam pembangunan masyarakat.
Sebagai contoh, bagi seorang guru ia harus mewakili filsafat atau pandangan hidup yang menentukan tingkah laku perbuatannya dan menilai tingkah laku perbuatan orang lain. Dan sebagai seorang guru, ia harus memiliki filsafat pendidikan yang menentukan sistem nilai yang menjadi dasar atau sumber pedoman mendidik yang harus dilaksanakannya.
Untuk menentukan pilihan terhadap bermacam-macam filsafat hidup, filsafat pendidikan dan atau sistem nilai, maka serba sedikit guru harus mengerti filsafat dan ilmu filsafat, ilmu filsafat pendidikan, hubungan antara keduanya dan hubungannya dengan filsafat negara dan ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan praktis normatif, serta hubungan antara filsafat pendidikan dan sistem pendidikan maupun cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain (Tim Dosen FIP, 1981:42).
Jadi, pendidikan dalam pandangan filosofis yaitu suatu sistem dalam pelaksanaannya perlu menggunakan filsafat sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Filsafat tersebut digunakan sebagai nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan filsafat yang mendasari dan memberikan identitas (karakteristik) suatu sistem pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia, hendaknya berpedoman pada filsafat bangsa Indonesia, yaitu Pancasila agar pendidikan bangsa Indonesia dapat berhasil dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena.
Filsafat pendidikan adalah membanding-bandingkan antara satu nilai dengan nilai lain yang berbeda untuk digunakan sebagai pedoman dalam memanajemen proses pembentukan karakter manusia yang konstruktif.  Filsafat pendidikan merupakan terapan ilmu filsafat terhadap problema pendidikan, dan sejalan dengan pembahasan tentang ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif.
Hubungan antara filsafat dengan filsafat Pendidikan yaitu keduanya memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Filsafat Pendidikan berusaha menjawab pertanyaan mengenai kebijakan pendidikan melalui berbagai teori filsafat yang membahas mulai dari akar-akarnya
FIlsafat merupakan induk dari berbagai ilmu pengetahuan lainnya, termasuk di dalamnya ilmu dalam pendidikan. Filsafat berusaha menjawab berbagai macam permasalahan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, sistem pendidikan membutuhkan sebuah ilmu filsafat untuk mendukung terlaksananya tujuan pendidikan yang diinginkan.

Saran
Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami selaku penulis memohon kepada pembaca supaya berkenan memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun dengan tujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Arbi, Sutan Zanti. 1988. Pengantar kepada FIlsafat Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Idi, Abdullah. 2010. Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik. Jakarta: AR-Ruzz Media
Permana, Septian Aji. 2017. Filsafat Pendidikan; Pengantar Filsafat Pendidikan IPS Kontemporer. Yogyakarta: Cognitora
Soegiono. 2012. Filsafat Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Surajiyo. 2013. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 1981. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Tugas Kuliah. Ice Breaking

ICE BREAKING untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran IPA di SD yang dibina oleh Dra. Sri Estu Winahyu, M. Pd. Disusun Oleh Ke...